Komisi III Dorong Pendekatan Keadilan Restoratif di Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya

22-01-2025 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta. Foto : Devi/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan kasus dugaan salah tangkap di Tasikmalaya. Hal ini menguat dikarenakan kasus tersebut menyangkut seorang anak yang menjadi terdakwa, namun prosesnya tidak sesuai dengan prosedur hukum.

 

Diketahui, kasus ini berawal dari ditangkapnya lima orang pelaku dalam kasus pembacokan yang terjadi di jalan SL Tobing pada (17/11/2024) lalu. Dari kelima pelaku, satu di antaranya adalah berusia dewasa dan empat lainnya masih di bawah umur. Orang tua pelaku merasa tidak terima dengan penangkapan anaknya yang dituduh oleh polisi sebagai pelaku pembacokan.

 

"Keadilan restoratif ini wajib imperatif sifatnya. Karena undang-undang menyatakan sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan yang seharusnya tidak ditahan di rutan, lho. Dari Polisi, Kejaksaan, Pengadilan kok menahannya di rutan? Ini kan kasar luar biasa, yang luar biasa yang tersembunyi yang membuat situasi ini keanehan, keganjilan ini terwujud," kata I Wayan, kepada Parlementaria, di Jakarta, Selasa (21/1/2025).

 

Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta menyebut, salah satu hal yang dilanggar dalam penanganan perkara tersebut adalah dilanggarnya Pasal 3 huruf g Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menyebut bahwa pidana penjara bagi anak hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Sedangkan dalam kasus ini, anak yang menjadi terdakwa, langsung ditahan.

 

Untuk itu, penangguhan penahanan dirasa penting dalam melindungi hak anak pada perkara tersebut. "Pengadilan Negeri agar menangguhkan penahanan, kenapa? Karena memang untuk perkara perkara yang menyangkut anak anak ada Pasal 3 huruf g, Undang-Undang SPPA, (pelaku anak) tidak ditangkap tidak ditahan atau dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat, (itu) dilanggar, dilanggar semuanya dilanggar," jelasnya.

 

Sementara itu, Rieke Diah Pitaloka yang mendampingi orang tua dari anak yang diduga salah tangkap, berharap kasus dugaan salah tangkap ini dapat terselesaikan dengan baik. Sehingga tidak ada lagi korban-korban salah tangkap lainnya.

 

"Kami dengan segala hormat kepada para aparat penegak, itu tentu saja prosedur yang ada, mau diikuti dengan baik dan tentu saja kita tidak ingin bahwa hukum itu membuat orang jadi takut, enggak. Fungsi hukum itu adalah membuat orang bisa mempunyai tanggung jawab. Itu lebih utama daripada kemudian itu memberikan rasa takut dengan adanya proses melalui intimidasi dan sebagainya," harapnya. (bia/rdn)

BERITA TERKAIT
Bertemu Dubes Belanda, Komisi III Bahas Hukum di Indonesia
24-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas revisi Rancangan UU Hukum Acara Pidana atau RUU...
Legislator: Tekan Permintaan, Kunci Atasi Peredaran Narkoba
23-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto menegaskan bahwa Indonesia masih berada dalam kondisi darurat narkoba akibat tingginya...
Komisi III Akan Segera Bahas RUU KUHAP, Target Berlaku Sama dengan UU KUHP
22-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI akan segera menyusun dan membahas revisi Rancangan Kitab UU Hukum Acara Pidana atau...
Komisi III Dorong Pendekatan Keadilan Restoratif di Kasus Dugaan Salah Tangkap di Tasikmalaya
22-01-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Komisi III DPR RI mendorong pendekatan keadilan restoratif dalam penanganan kasus dugaan salah tangkap di Tasikmalaya. Hal...